Kamis, 21 Januari 2010

SIPAYUNG DALAM TAROMBO

Sipayung Hoga, note :
Berawal dari Tarombo Raja Silahi Sabungan di Huta Silalahi Nabolak ( sekarang otonomi Kab.Dairi ) , menegaskan bahwa Raja Silahi Sabungan memiliki keturunan yang disebut “ 8 Raja Turpuk “, yaitu : Lohoraja, Tungkirraja, Sondiraja, Butarraja, Dabaribaraja, Debangraja dan Baturaja. Kemudian Tambunraja, putra Raja Silahi Sabungan dari Sinailing boru Nairasaon (Manurung) dari Sibisa atau yang dikenal dengan Raja Tambun.

Dari Tungkirraja keturunannya kemudian memakai marga Situngkir. Anak Tungkir Raja adalah Sibagasan, Sipakpahan dan Sipangkar, dengan marga Situngkir. Keturunan Sibagasan kemudian merantau ke Luat Parbaba, di Samosir. Di Parbaba , keturunan Sibagasan (marga Situngkir ) memiliki anak yaitu Sipangkar dan Sipayung, yang kemudian memakai ini sebagai marga keturunannya, yaitu marga : Sipangkar dan Sipayung.

Dari Lumban Sipayung ( asal Sipayung ) , Parbaba Samosir, keturunan Sipayung kemudian merantau keluar Samosir, ke Huta Soping, sebuah teritori Simalungun, hampir berbatasan dengan teritori Tanak Karo. Jauh sebelum datangnya kolonialisme Belanda yang memberi nama SIMALUNGUN, pada perkembangannya, keturunan Sipayung menyebar ke sekitar Huta Soping dan kemudian ke merambah ke Haranggaol, Purba, Saribudolok , Marubun (jahe-jahe), Nagasaribu dan ke Tanah Karo. Saya pernah membaca tulisan Kerajaan Purba Simalungun yang kemudian mengangkat marga Sipayung sebagai Panglima Goraha ( kepala pasukan kerajaan ) di kerajaan Purba karena kesaktiaanya. Sang Panglima kemudian dikawinkan dengan parboruon Kerajaan sehingga Sipayung menjadi Boru di Kerajaan Purba ( waktu itu belum ada istilah Simalungun, tetapi Raja Maroppat, sebutan untuk afiliasi Kerajaan Nagur, Kerajaan Raya, Kerajaan Purba dan Kerajaan Batagoiu / Tanoh Djaua – yang kemudian oleh kolonial Belanda dilebur menjadi SIMALUNGUN). Dari kisah ini kemudian kehadiran marga Sipayung di Kerajaan Purba diakui dan dianggap sebagai bagian dari Kerjaaan jauh sebelum terbentuknya teritori kolonial (residen) Simalungun.

Sipayung di Dolog Silou / Silou Kahean / Serdang
Kisah lain dari Simalungun Kahean ke jahe-jahe, dari Marubun , Bangun purba, Dolok Morawa, Nagoridolok, Deli Serdang-Bedagai, marga Sipayung kemudian mengikat perjanjian (padan) dengan marga Sinaga , agar Sipayung dapat tinggal disana. Di Simalungun pada jaman itu tidak boleh ditinggali oleh orang-orang asing (marga dari suku-suku lain). Dalam perjanjian sumpah (padan) antara marga Sinaga dan Sipayung merupakan satu kesatuan dan diharamkan untuk saling kawin-mengawini ( sampai sekarang ini, perjanjian ini masih berlaku dibeberapa daerah di Simalungun Kahean yang berbatasan dengan Serdang). Dengan demikian , sejak kesepakan perjanjian itu, keberadaan marga Sipayung di Simalungun tidak dipermasalahkan lagi oleh marga-marga asli di Simalungun. Bahkan dikemudian hari, disinyalir , keturunan Silahi Sabungan yang merantau ke Simalungun (seperti Sihaloho, Silalahi, Sigiro , dll) kemudian memakai marga Sipayung.

Sipayung di Raya
Keturunan marga Sipayung telah diterima Simalungun. Bahkan di daerah Raya Kahean, didapati sebuah perkampungan yang disebut Huta Payung, dimana kampung tersebut hanya dihuni (mayoritas) marga Sipayung. Meski secara tarikh tidak ada fakta yang jelas sejak kapan keberadaan marga Sipayung bermukim disana, yang jelas marga Sipayung sejak lama sudah eksis di Simalungun. Itu sebabnya, marga Sipayung saat ini juga masih banyak didapati sebagai tetua-tetua (sesepuh) kampung ataupun adat di Simalungun. Sayangnya, para keturunan Sipayung di Simalungun tidak berhubungan lagi dengan kerabatnya di Parbaba , Samosir atau juga Huta Soping, sehingga antara Sipayung di Samosir dan Simalungun tidak ada kontak lagi. Otomatis, perjanjian Sipayung di Simalungun tidak serta merta diketahui / diikuti oleh Sipayung yang telah turun-temurun hidup di Simalungun. Sipayung telah menyebar ke seluruh wilayah Simalungun , bahkan lebih dekat lagi sebagai bagian dari Simalungun.

Pra-revolusi sosial Sumatera Timur - 1946
Pada masa kolonialisme Belanda, jalan darat antara Balige-Pematang Siantar pun dibuka. Belanda membangun Simalungun sebagai sentra pertanian modern. Eksodusan marga-marga dari Toba Holbung dan Karo di Simalungun yang sebelumnya hanya untuk bekerja (kuli kolonial), namun akhirnya mengakibatkan pengambilalihan tanah-tanah rakyat Simalungun oleh para pendatang dan hal ini sudah dianggap sangat membahayakan masyarakat Simalungun waktu itu. Maka raja Maropat di Simalungun ( yaitu Raja : Raya, Siantar, Tanohjawa dan Purba ) mengadakan Harungguan (rapat besar empat raja) yang kemudian mengeluarkan ultimatum : “ haya ada empat marga yang boleh memiliki tanah-tanah di Simalungun, sedangkan marga-marga lain ( selain : Damanik, Purba, Saragih, Sinaga ) hanya sebagai pemakai atau pengusaha dan harus tunduk dengat aturan-aturan kerajaan Simalungun. Kondisi ini sempat mengakibatkan situasi yang mencekam di Simalungun , karena banyak terjadi pengusiran bahkan pembunuhan suku-suku pendatang di Simalungun.

Kondisi ini sangat berbeda dengan marga pendatang seperti Sipayung, karena marga Sipayung jauh sebelumnnya telah diterima dan memiliki perjanjian (padan) dengan marga Sinaga. Alhasil, konon banyak marga-marga keturunan Silahi Sabungan , seperti marga : Sihaloho, Situngkir, Silalahi dan lain-lain , kemudian mengakuisisi Sipayung dengan mengganti marga mereka menjadi Sipayung. Itu sebabnya kemudian di Simalungun ada suatu kebiasaan , jika seseorang bertanya ; “ Sipayung apa ?” , kemudian dijawab : “ Sipayung Silalahi, Sipayung Sihaloho, Sipayung Sinurat , dan sebagainya”.

Pasca Revolusi Sosial di Sumatera Timur -1946
Para Penguasa di Simalungun (Raja, Tuan) dan kerajaan-kerajaan di Simalungun dibumi hanguskan oleh para pemberontak (revolusioner) pro-kemerdekaan yang menuntut sistem kerajaan (feodalisme) dihapuskan di Sumatera Timur dan segera menjadikan sistem pemerintahan Negara Sumatera Timur. Hanya dalam waktu semalam, kebiadaban itu terjadi. Beberapa kerajaan dan keluarga kerjaaan , keluarga Raja dan Tuan-tuan di Simalungun lenyap diculik dan dibunuh. Pasca revolusi sosial, kemudian marga-marga pendatang yang sempat berafiliasi dengan marga-marga Simalungun kemudian memisahkan diri lagi dan kembali kepada klan marga-marga aslinya. Demikian halnya dengan marga-marga Sihaloho, Situngkir, Sinurat. Namun tidak sedikit pula yang tetap mempertahankan marga Sipayung sebagai marga keturunannya dan sampai sekarang ini keberadaan Sipayung di Simalungun sudah tidak ada bedanya sebagaimana keberadaan marga Damanik, Purba, Saragih dan Sinaga di Simalungun. Oleh karena itu , bukan hal yang aneh jika saat ini ada marga Sipayung yang menyebutkan bahwa mereka adalah Sipayung Sihaloho, Sinurat, Situngkir, Silalahi atau sebagainya, Karena kelamnya masa lalu tersebut, sehingga marga-marga ini harus menggati marga mereka. Meski pada dasarnya mereka adalah satu keturunan , dari Silahi Sabungan. Meski sangat disayangkan , belakangan diberbagai tempat seringkali terjadi pelecehan atau cemoohan yang mengatakan Sipayung yang berasal Simalungun sebagai "dalle" atau yang tidak mengerti asal-usul. Tetapi ini adalah tantangan untuk kita marga Sipayung yang berasal dari Simalungun saat ini.

Sipayung : Pomparan Raja Silahi Sabungan
Hanya saat ini , masih banyak marga-marga Sipayung di Simalungun tidak begitu jelas mengetahui akan kisah ini sehingga belakangan ini keturunan Sipayung - bin Situngkir - kemudian enggan menerima keberadaan mereka di parsadaan Pomparan Ompu Raja Silahi Sabungan karena memang mereka telah dilahirkan oleh Simalungun dan menjadi bagian dari darah-daging Simalungun. Umumnya orang Simalungun tidak mengakui bahwa Sipayung sebagai marga Simalungun, hanya di-Simalungun-kan. Jadi tidak akan adan kampung/tanah ulayat keturunan marga Sipayung di Simalungun, tetapi di Silalahi Nabolak via Situngkir. Horas, Diateitupa, Mauliate.

7 komentar:

  1. mantaps bung.... lanjutkan horas dan jaya SIPAYUNG....

    BalasHapus
  2. Mau tanya dapat berita ini dari mana ya? Ada yang mau saya tanya.

    BalasHapus
  3. Ada email atau nomor yang bisa dihubungin ngga untuk bertanya?

    BalasHapus
  4. aku mau tanya, Putri Silahi Sabungan itu ada berapa, dan yg mana yg lebih dulu lahir. Molo ho anggia mengerti dan ingin memecahkan masalah silsilah dari Silahi sabungan, mulailah dengan melihat silsilah boru ompu Silahi Sabungan

    BalasHapus
  5. Jadi untuk tambahan informsi di sini saya ada mendapat data dari internet mungkin bisa untuk menambah wawasan bagi kita semua
    History
    Batak people are speakers of Austronesian languages ​​, but it is unknown when the Batak ancestors first settled in Tapanuli and East Sumatra. Language and archaeological evidence suggests that the Austronesian-speaking people of Taiwan have moved to the area the Philippines and Indonesia about 2,500 years ago, the young in the stone age ( Neolithic ). Because until now there has been no artifacts Neolithic (Stone Age Younger) were found in the Batak it can be presumed that the new Batak ancestors migrated to North Sumatra in the age of metal. In the 6th century, the merchants of Tamil origin India set up a trading town Barus , on the west coast of North Sumatra. They trade Barus chalk cultivated by farmers in the interior. Kapur Barus of Batak lands of high quality so that it becomes one of the leading export in addition to incense. In the 10th century, Barus attacked by Sriwijaya . This led to the expulsion of Tamil traders from the coast of Sumatra. In subsequent periods, Barus chalk trading began much controlled by the Minangkabau traders who established a colony on the west coast and east of North Sumatra. Their colonies stretching from Barus, Sorkam , up Christmas. Batak is one of the ethnic groups in Indonesia. This name is a collective theme to identify some tribes who live and come from Tapanuli and East Sumatra, North Sumatra. Ethnic groups are categorized as Batak: Toba Batak, Batak Karo Batak Pakpak, Simalungun Batak, Batak Angkola, and Batak Mandailing.
    The majority of the Batak be Christians and the rest Muslims. But there is also a religion Malim and also embracing animist beliefs (called Sipelebegu or Parbegu), although now the number of the adherents of these teachings waned.

    BalasHapus
  6. Pendapat boleh beda.
    Tp tulisan ini jelas menginduk kepada Tarombo Raja Silahisabungan di Huta Lahi, Silalahi Nabolak, Dairi.
    Khasanah pemikiran tidak memaksakan kehendak...

    BalasHapus